Saturday, October 19, 2013

Gangguan Pendengaran ( Tuna Rungu ) Pada Anak



 
 
Hellooooo…..

Brother and sister calon-calon psikolog, atau masyarakat semuanya yang diseluruh nusantara jagad kathulistiwa (lebay deh.. hihihihi), khususnya yang lagi baca artikel saya ini nih…

Bagaimana kabarnya ? semoga sehat, seger, waras. J

           Bahasan kita sekarang ini menyambung dari bahasan yang sudah di post sebelumnya, yaitu tentang Pentingnya Perkembangan Pendengaran Pada Bayi. Sekarang kita membahas tentang gangguannya atau lebih jelasnya tentang Gangguan Pendengaran ( Tuna Rungu ) Pada Anak.

Nah loh…

Gangguan Pendengaran ( Tuna Rungu ) itu sendiri apa ya?

          Gangguan Pendengaran ( Tuna Rungu ) merupakan gangguan terhadap indera pendengaran  yang dialami seseorang atau bisa juga dikatakan sebagai kondisi ketunarunguan/ketulian. Kondisi ketunarunguan itu terbagi atas dua jenis penggolongan, yaitu berdasarkan letak kerusakan organ dan berdasarkan tingkat keberfungsian telinga, penjelasan sebagai berikut:

A.  Penggolongan ketunarunguan berdasarkan letak kerusakan organ.

     Dalam penggolongan ini terbagi atas 4 jenis, yaitu:

1.    Conductive loss, yaitu kondisi ketulian yang terjadi akibat rusaknya pada saluran bagian luar atau tengah telinga yang menghambat penghantaran gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.

2.    Sensorineural loss, yaitu kondisi ketulian yang terjadi akibat rusaknya bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak.

3.    Mixed hearing loss, yaitu Campuran kerusakan dari jenis conductive dan sensorineural.

4.    Central auditory processing disorder, yaitu gangguan atau kerusakan pada sistem syaraf pusat.

 
B.   Penggolongan ketunarunguan berdasarkan tingkat keberfungsian telinga.

     Menurut penggolongan ini, terdapat 4 kategori, yaitu:

1.  Ketunarunguan ringan (masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-30 dB). Contoh: anak tidak sadar mengalami sedikit kesulitan ketika diajak mengobrol.

2.  Ketunarunguan marginal (masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas  30-40 dB). Contoh: kesulitan jika diajak berbicara pada jarak tertentu.

3.  Ketunarunguan sedang (masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-60 dB). Contoh: anak mengalami kesulitan dalam percakapan apabila tidak memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana yang gaduh/berisik.

4.  Ketunarunguan berat (dimana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 60-75 dB). Contoh: anak hanya memahami sedikit ketika percakapan apabila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi jika melakukan percakapan biasa tidak mungkin dilakukan, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.

5.  Ketunarunguan parah (dimana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas >75 dB). Contoh: anak tidak dapat melakukan percakapan normal, tetapi ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung juga pada komunikasi visual.


          Pada golongan 4 dan 5 itu termasuk ke dalam tuna rungu, karena sudah tidak mampu melakukan komunikasi secara normal dan harus menggunakan alat bantu dengar.
 
          Berikut ini adalah dampak-dampak dari kondisi ketunarunguan, yaitu sebagai berikut:

 a.    Perkembangan Bahasa

     Perkembangan yang paling dipengaruhi oleh kondisi ketunarunguan ini adalah perkembangan bahasa, terutama lisan. Perkembangan bahasa sangat penting pada anak-anak karena bahasa akan berguna bagi pendidikannya kedepan.

     Apabila anak mengalami gangguan pendengaran atau ketunarunguan, anak tidak dapat belajar secara normal dan optimal. Tetapi, jika ketunarunguan ringan tidak begitu bermasalah karena masih dapat mengikuti pembelajaran secara normal, berbeda dengan ketunarunguan berat seperti golongan 4 dan 5.

Perkembangan bahasa ini terbagi atas beberapa jenis, yaitu:

1.      Perkembangan membaca

2.      Bahasa tulis

3.      Speech
    
b.   Prestasi Akademis

     Kondisi ketunarunguan dapat mengakibatkan kelambatan dalam perkembangan kognitif yang berbeda dengan anak normal. Oleh karena itu mereka mengalami kesulitan dalam hal akademis yang disebabkan oleh gangguan terhadap perkembangan yang lainnya, seperti bahasa. Namun, tidak semua anak tunarungu prestasi akademisnya rendah karena masalah bahasa, karena sebenarnya berpikirpun bisa dilakukan tanpa bahasa. Jika mereka dapat mengasah pengalaman dengan baik, mereka dapat berpikir layaknya orang normal dan dapat meraih prestasi akademik sama seperti anak normal.
 
c.   Sosioemosional

       Pada dasarnya gangguan perkembangan yang lainnya juga sangat berdampak pada sosioemosional, sama seperti gangguan pendengaran atau ketunarunguan ini. Anak akan cenderung sulit untuk bergaul karena merasa mereka tidak sama seperti kebanyakan anak, hal ini juga dapat menyebabkan anak menjadi berkepribadian penutup. Tidak mau membuka diri pada orang lain, dan akan merasa lebih nyaman dengan anak-anak yang mengalami hal yang sama. Tetapi, pada dasarnya semua itu tergantung pada lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga bertugas untuk memberikan pendampingan yang intensif terhadap anak tersebut, mengerti kebutuhan dan mengontrol perkembangan sosioemosionalnya.

  

~~~~~~……. Jangan capek bacanya ya, dibaca sampai habissssss …….~~~~~~    

 
          Ini nih ada hal yang penting, untuk mengoptimalkan kemampuan anak tunarungu baik bahasa maupun yang lainnya biasanya menggunakan cara-cara yang umum, terdapat empat cara yang bisa dilakukan pada umumnya, yaitu:

a)      Latihan Mendengarkan, bagi anak yang masih tergolong ketunarunguan ringan dapat melakukan komunikasi manual untuk mengasah kepekaan terhadap suara, jika tergolong ketunarunguan berat dapat menggunakan alat bantu dengar.

b)      Komunikasi dengan cara membaca ujaran atau kata-kata dan membaca (bisa dilihat dari gerakan bibir).

c)      Belajar isyarat tangan atau gerak tubuh.

d)     Mengombinasikan ketiga cara tersebut, sehingga mendapatkan hasil yang lebih maksimal juga.

 
Intervensi yang dapat dilakukan untuk anak tunarungu, sebagai berikut:

1.    Deteksi sejak usia dini.

2.    Memberikan assesmen mulai awal pada anak.

3.    Menggunakan ABD, Implant Coachlea, perawatan dan servisnya.

4.    Auditory Brainstem Response (ABR) atau Brainstem Audiometry (BSR) yaitu suatu peralatan elektronik yang dapat memeriksa pendengaran melalui respon atau reaksi syaraf pendengaran bayi terhadap bunyi.

5.    Memilih SLB Tunarungu yang ideal bagi anak.

 


Akhirnya, anda telah lulus uji kesabaran dengan membacanya sampai habis. Eiiittttssssss tidak ketinggalan juga anda mendapat ilmu gratisssss seperti biasanya tanpa dipungut biaya sepeserpun...

JJJ

Terima kasih

JJJ

  

 

Nama: Diyah Ayu Wirantika

NIM: 115120313111003

No comments:

Post a Comment